Ketika siang hari pukul 12.30 WIB, aku sedang
duduk santai di depan rumahku, ditemani segelas es jeruk sembari memandangi
awan biru di putihnya langit, terlihat indah sekali. Hari itu aku menghiraukan
matahari yang terik, aku memilih
menikmati lukisan di langit yang indah juga es jeruk segar dan semilir
angin yang sejuk. Seolah angin telah membawa pergi segala kerisauan yang ada
dipikiran dan hatiku. Ketika aku baru meminum es jerukku, pandanganku teralih
pada ponselku yang berdering. Aku mendapat satu pesan, aku meraih ponselku dan
aku lihat ternyata pesan dari operator. Huuhh.. aku menghela nafas sembari aku
buka pesan itu. “tiap hari sms terima kasih” aku menggerutu sedikit kesal. Ku
pikir dari siapa.
Kembali ponselku berdering, kali ini bbm dari temanku, Jane.
“Lo dimana? Gue
ada di cafe biasanya. Temenin gue dong vell J.”
“males ah!
Panas-panas gini.” Balesku singkat. Dalam hati sebenarnya aku ingin sekali
keluar, tetapi cuaca yang menipiskan rasa
inginkuuntuk pergi keluar.
“ya kali lo tega
bener, gue sendiri nih. Lagian panasnya kan cuma di jalan, di dalem sini ya
dingin kali vell. Pokoknya gue tunggu lo kesini!” Balas Jane maksa.
“yaelah, yaudah
deh. Gue ganti baju dulu, pakek jaket dulu, pakek masker, sarung tangan, sepatu
dan helm dulu biar kulit gue gak kusam kelamaan di jalan kena debu dan polusi.
Juga kelamaan berhenti di baypass gara-gara
lampu yang warnanya merah itu hahaha.” Jawabku terkesan bercanda, tetapi sebenarnya
itu ungkapan serius loh. Karena memang kulitku mudah kusam dan gosong jika terlalu lama tersengat sinar
matahari. Aku tidak berkulit putih dan mulus yang lama kusamnya meski dijemur
dipantai dengan sengatan sinar matahari yang terik.
Setelah aku tiba disana, aku melihat Jane memang sedang duduk sendirian.
Lalu aku menepuk bahunya, mengagetkan.
“eh, vellin. Tumben
lo cepet nyampainya, biasanyaaa aja.”
“mau gue cepet
atau lelet datangnya, lo juga tetep komentar heran kan?Eh, tumben lo sendirian?
Maksa banget lagi nyuruh gue kesini.”
“iya gue kangen
aja sama lo.”
“hahaha.. Yayaa,
semua orang berkata seperti itu ke gue. Gue bosen dengernya.” Jawabku sambil
menepuk bahu Jane pelan dan tersenyum, bercanda. Dan Jane hanya tertawa.
“gimana lo sama
brian?” Kata Jane yang membuat tanganku yang baru saja mengangkat secangkir hot chocolate terhenti tepat di depan
bibirku. Membuat tanganku meletakkan kembali secangkir hot chocolate, urung ku minum.
“baik-baik aja.
Kenapa?”
“ya nggak
kenapa-kenapa. Lo kan udah gak pernah lagi curhat-curhat ke gue.”
“ya emang gak ada
yang perlu dicurhatin.” Jawabku dengan menunjukkan tampang bahwa aku memang
baik-baik saja. Meski hati penuh harap Jane tidak terlalu pintar membaca
mataku. Yaa, mataku selalu tidak bisa menyembunyikan apapun yang ada dalam
hatiku, mataku tidak bisa menyembunyikan kerisauan yang ada dalam hatiku. Dan
aku sering terjebak dalam situasi dimana aku bingung entah kepada siapa aku
memalingkan mataku kepada mereka yang tidak mengerti arti pandanganku. Tentang
pandanganku, apakah aku sedang baik-baik saja atau sebaliknya.
“hey, lo ngelamunin apaan? Malah bengong dari tadi.” Ungkap Jane yang
membangunkanku dari lamunan. Aku hanya membalasnya dengan tertawa kecil.
Setelah lebih dari satu jam kita mengobrol, bercanda dan makan. Lalu
kita pulang.
“nanti lo bbm gue
ya kalau sudah sampai rumah lo, buat memastikan aja kalau lo sampai di rumah
dengan selamat.” Kataku mengejek.
“hahaha.. yaudah
lo hati-hati ya!?”
***
Saat sampai di rumah, aku langsung merebahkan badan di tempat tidurku.
Padahal aku cuma nongkrong bukan bekerja, badanku sudah terasa capek. Tetapi
mungkin perjalanan yang panas membuatku jadi mudah letih hehe.
“PING!!!”
“Ciyee, sudah
sampai rumah dengan selamat.”
“Haha..
Alhamdulillah. Thanks vellin udah mau nemenin gue.”
Bbm Jane sengaja tidak aku Read. Nanti
saja, pikirku. Aku ingin istirahat dulu sebentar. Aku berbaring dan perlahan memejamkan
mata. Baru saja mataku terpejam, sekejap Brian muncul dipikiranku membuatku langsung
membuka mata. Aku menghela nafas. Brian selalu muncul ketika aku memejamkan
mata. Mengapa ia tidak muncul saja di depan mataku. Mengapa ia muncul saat
mataku terpejam. Aku menghela nafas kembali dan mengambil ponselku.
“selamat siang
sayang, selamat tidur yaa.”
Aku mengirim pesan ke Brian. Aku setengah berharap dia balas setengah
tidak. Aku berharap Brian membalasnya karena aku memang merindukan pesan
manisnya. Tetapi aku tidak terlalu berharap dia membalas, karena nomornya aktif
dan ia membaca pesanku saja aku sudah bersyukur kok. Ya, Brian sibuk sekarang.
Brian tidak punya banyak waktu untuk sekadar membalas pesanku yang tidak
terlalu penting sekarang. Aku tak apa.
“rio.. rio.. hey kemari.”
Aku mendengar suara pak Hamzi, sepertinya beliau sedang bermain-main
dengan merpatinya. Pak Hamzi adalah tetanggaku yang memelihara burung merpati,
rumahnya di sebelah rumahku. Langsung aku bergegas bangun dari tempat tidur
dan ke halaman rumah pak Hamzi, sebelah
rumahku. Dan aku lihat pak Hamzi sedang memberi makan burung merpatinya.
“pak Hamzi, aku
mau dong memberinya makan juga.”
“eh, vellin. Iya
tentu boleh, kamu pakai izin segala seperti baru pertama kali mau memberi makan
mereka (burung merpati) saja.”
Aku sering ikut memberi makan merpati-merpati ini. Entah kenapa aku
senang melihat mereka ini makan hehe. Aku juga sudah lumayan tahu mana yang
bernama paul, jewel, rio, lusy, zain, olive dan masih banyak lagi. Tetapi yang
aku ingat nama dan yang mana mereka, hanya itu. Mereka itu berpasangan. Aku
senang sekali melihat kemesraan mereka bersama pasangannya.
“hey jewel, ini
makan.” Kataku kepada merpati yang menurutku cantik sekali dengan bulunya yang
putih dan lembut. Paul dan jewel adalah pasangan merpati yang paling aku sukai.
Paul juga memiliki bulu yang berwarna putih tetapi dengan bercak warna abu-abu.
Mereka selalu menunjukkan kemesraannya, bahkan saat aku memberi makan mereka, terkadang
paul memberikan makananmelalui paruhnya kepada jewel. Seolah paul sedang menyuapi
jewel di depan mataku.
“pak, paul kemana
kok tidak kelihatan ya?”
“nah, bapak juga
tidak tahu vell. Dari tadi pagi saya cari belum ketemu.Padahal kemanapun burung
merpati itu terbang, ia pasti akan kembali ke tempat tinggalnya. Tetapi, kenapa
paul belum juga kembali sampai sore begini. Baru kali ini loh.”
“pantesan pak,
jewel terlihat murung, tidak mau memakan makanan yang saya coba berikan hehee.”
“iya memang benar
vell, besok pagi biar saya cari lagi. Sekarang sudah terlalu sore jika
mencarinya.”
Aku hanya tersenyum dan mengangguk pelan.
“jewel sayang
sabar ya, besok paul pasti kembali. Sekarang aku mau pulang dulu. Jewel
baik-baik deh ya?!”
Hampir setiap sore ketika pak Hamzi sedang memberi makan atau bermain
dengan burung merpatinya, aku ikut bergabung bersama mereka walaupun terkadang
hanya sekadar melihat saja. Aku juga terbiasa berbincang-bincang dengan Jewel layaknya
berbincang dengan teman baikku sendiri. Seolah Jewel telah menjadi pendengar
baikku akan cerita-ceritaku dan tentunya pendengar baik yang tidak mungkin akan
menceritakan curhatanku kepada
siapapun. Tentu saja, burung merpati tidak bisa berbicara apalagi bercerita.
“pak Hamzi, vellin
pulang dulu pak.”
“iya vell.”
Sembari pak Hamzi tersenyum.
Aku segera berlari pulang karena memang hari sudah sore dan aku pun
belum mandi.
***
Setelah aku selesai mandi, shalat, makan dan sebagainya. Aku merebahkan
badanku kembali ke tempat tidur, tempat favoritku. Aku memandangi langi-langit
kamarku sebentar, lalu aku ingat ponselku. Aku meraih ponselku yang berada
diatas meja sebelah tempat tidur. Brian belum membalas pesanku tadi siang. Aku
merasa biasa saja, aku tidak cemas, aku tidak khawatir, aku tidak sedih, aku
tidak takut. Sekali lagi, aku merasa biasa saja.Memang aku harus mengerti tentang
kesibukannya, aktifitas dan semuanya. Aku sudah terbiasa. Hanya saja terkadang
aku harus menghela nafas panjang terlebih dahulu sebelum aku memejamkan mata
lalu berharap memang Brian benar sedang sibuk dengan pekerjaan atau
aktifitasnya. Aku mengerti tentang sibuknya dalam pekerjaan. Tetapi tentang
aktifitasnya di rumah atau dimanapun selagi bukan di tempat kerja, aku tidak
peduli. Maksutnya aku tidak peduli seberapa penting aktifitas yang ia pilih sehingga
tidak memilih untuk menyempatkan waktunya sedikit untukku walau sekadar
membalas pesanku. Aku tidak peduli tentang aktifitasnya itu, asalkan positif. Alhamdulillah.
Sebentar aku menatap langit-langit kamarku kembali. Aku ingat bbm Jane yang belum aku balas.
“iya sama-sama J.”
Aku membalasnya dan meletakkan ponselku kembali. Aku tidak melihat ada
kejadian apa atau ada kabar apa di Recent
Update bbm atau di grup kelas biasa teman-temanku mengobrol dan bercanda.
Aku lebih memilih untuk menikmati bantal yang empuk dan guling yang
menyamankanku.Aku lebih memilih bantal dan gulingku dari pada handphone. Aku lebih memilih tidur dari
pada bbm-an, chatting-an, WA, FB, line dan lainnya. Aku lebih memilih tidur
ketimbang ponselku. Sama seperti Brian yang lebih memilih aktifitasnya itu
ketimbang ponselnya.
Lama kelamaan aku merasa udaranya semakin dingin, segera aku tarik
selimutku.Aku menikmati kehangatan di bawah selimut ini. Tidak ada kerisauan di
bawah selimut ini. Yang ada hanyalah kehangatan yang menyelimutiku.
Di teras rumah sepertinya ibu masih asik mengobrol dengan
teman-temannya. Apa mereka tidak merasa dingin dan ingin masuk?! Aku mencoba
turun dari ranjang, memakai jaket lalu pergi keluar sebentar. Pfuhh.. aku
saling menggosok-gosokkan kedua telapak tanganku dan sesekali menempelkannya ke
badan. Diluar dingin sekali, ditambah lagi semilir angin malam yang bukan lagi
menyejukkanku, tetapi justru malah menusukkan udara dingin ke tulang-tulangku. Rasanya dingin ini telah mampu menurunkan
drastis suhu tubuhku yang semula hangat. Aku benar merasa dingin diluar.Segera
aku melangkahkan kaki ku untuk masuk kembali ke dalam rumah. Tetapi baru saja
kaki ku melangkah, aku mendengar seperti ada yang memanggilku. Segera aku
membalikkan badan. Dan ternyata aku melihat Jewel terbang seperti ingin
menghampiriku.
“hey Jewel, kenapa
kau kesini malam-malam begini? Kembalilah ke tempat tinggalmu.”
Aku mencoba menerbangkan Jewel tetapi ia malah kembali lagi kepadaku.
“kenapa kau
kembali lagi? Ini sudah malam, kembalilah dan tidur, Jewel. Karena aku juga
ingin tidur. Besok kita main lagi yaa?”
Aku tersenyum sembari mengelus-elus bulu Jewel yang halus dan lembut
sekali. Lalu aku mencoba menerbangkannya kembali. Besok kita main lagi ya, Jewel.
Lalu aku kembali masuk ke dalam.
“Vellin.”
Aku mendengar ada yang memanggilku lagi. Oh iya, tadi juga ada yang
memanggilku. Segera aku membalikkan badan kembali dan aku lihat hanya ada Jewel
yang kembali terbang ke arahku. Aku hanya diam dan merasa bingung. Siapa yang
memanggilku?
“aku yang
memanggilmu Vellin.”
Aku tercengang.
“jangan kaget dan
takut. Ini aku Jewel, aku memang bisa berbicara.”
“benar kau Jewel?
Burung merpati? Kau bisa berbicara?” suaraku terbata-bata.
“iya Vellin, ini
aku Jewel. Burung merpati yang hampir setiap hari kau beri makan. Burung
merpati yang hampir setiap hari kau ajak berbincang. Burung merpati yang hampir
setiap hari menjadi pendengar cerita-ceritamu.”
Aku terdiam dan masih tidak percaya seekor merpati dapat berbicara.
Tidak ada dimanapun burung merpati dapat berbicara. Hanya burung beo yang aku
tahu, hewan yang dapat berbicara bahasa manusia. Tetapi, apa yang dikatakan
Jewel benar. Hampir setiap hari Jewel aku ajak berbincang. Hampir setiap hari
ia menjadi pendengar cerita-ceritaku. Tetapi aku masih tidak percaya ia dapat
berbicara.
“apa kau masih
tidak percaya? Tetapi kau benar sedang mendengarku berbicara kali ini.” Kata
Jewel yang seolah mengerti isi dari pikiranku.
“yaa, aku tidak
percaya ini. Tetapi aku senang kau bisa berbicara. Aku senang kau mengerti
tentang apa yang hampir setiap hari aku ceritakan kepadamu. Lalu kenapa
malam-malam seperti ini kau kemari?”
“aku ingin bercerita kepadamu. Vellin,Paul belum juga pulang. Aku yakin
ia pasti kenapa- kenapa.”
Belum pernah sebelumnya aku mendengar curhatan dari hewan manapun
apalagi dari seekor burung merpati yang tidak ada di kamus manapun, burung
merpati dapat berbicara. Tetapi.. oke, aku mencoba mengabaikan semua pikiranku
itu.
“kenapa kau
berpikiran seperti itu? Paul pasti akan kembali. Percayalah, ia tidak akan
meninggalkanmu.”
“aku pecaya vellin,
ia pasti tidak akan meninggalkanku. Tetapi yang perlu kau tahu, kemanapun kami
pergi, kami akan kembali ke tempat tinggal kami semula. Kami tidak pernah pergi
kemanapun lalu tidak kembali kecuali kami di mangsa, di buru atau lainnya. Paul
pasti telah di mangsa oleh elang ketika ia pergi kecarerurudan tentunya ia takkan kembali lagi.”
“emm.. careruru? Tempat apa itu?”
“careruru adalahtempat
yang sangat indah. Berada jauh dari sini, di sana banyak burung-burung yang
indah. Kita juga bisa melihat pemandangan yang sangat indah di sana. Tetapi, di
sana juga banyak pemangsa seperti ular, burung elang dan lainnya. Paul pergi ke
sana karena sudah lama ia tidak pernah pergi ke sana, ia rindu dengan udara
sejuk dan pemandangan yang indah, katanya. Paul mengajakku, tetapi aku
menolaknya. Tidak seharusnya aku menolak ajakannya, seharusnya aku ikut pergi
bersamanya.”
Aku hanya bisa diam mendengarkan Jewel. Aku mengelus-elusnya, mencoba
menenangkan. Karena aku bingung harus
berbicara yang seperti apa. Aku tidak mengerti tentang careruru. Aku hanya mengerti tentang kesedihan Jewel karena
kekasihnya yang mungkin telah dimangsa elang dan tidak akan kembali lagi
seperti kata Jewel.
“sekarang kau
pulang dan tidurlah, jangan bersedih. Masih ada aku yang bersedia menemanimu
dan menjadi teman baikmu.”
“terima kasih
Vellin. Aku senang bisa mengenal seorang sepertimu.”
“aku senang bisa
berbincang denganmu.”
Kriiinggg... kriiing... kriing... kriiiingggg.....
Suara apa itu? Aku membuka mata dan mencari arah suara itu. Ternyata jam
waker, pukul 06.00 ? Aku melihat sekelilingku. Kamar? Jewel? Mimpi? Aku terdiam
beberapa saat dan mengingat kembali semua yang terjadi tadi malam antara aku
dan Jewel. Apa itu semua mimpi? Aku mencoba mengingat semua perbincangan antara
aku dan Jewel. Aku yakin itu semua mimpi. Aku pasti tertidur setelah aku merasa
hangat karena selimut.Mimpiku seperti cerita dalam film kartun saja, berbicara
dengan hewan. Tetapi... andai Jewel benar bisa berbicara, pikirku. Aku terdiam
sebentar mengutuhkan kembali mimpiku.
Lalu aku turun dari ranjang dan mandi. Rasanya aku ingin sekali bertemu dengan
Jewel pagi ini. Biasanya pagi-pagi begini Jewel sudah lebih duluan terbang
kesana kemari ketimbang aku yang baru saja melek.
***
Badan sudah bersih, sudah wangi. Sepertinya lebih baik akulari-lari
pagi dulu. Sekali-kali olahraga, bukan tiduuur melulu.
“hey Vellin,
tumben jogging? Hehe.” Ejek pak
Hamzi.
Eh iya, aku jadi ingat Jewel. Segera aku menghampiri pak Hamzi.
“loh kok malah ke
sini? Tidak jadi toh lari-larinya?
“hehe.. mau ketemu
Jewel dulu deh pak, mau ikut ngasih sarapan gitu. Tapi mana ya Jewel?”
“itu dia..”
menunjuk Jewel yang terbang ke arah kami dari arah timur.
Jewel terbang menghampiri kami yang sedang memberi makan kepada
burung-burung lain.
“Jewel, kau sudah
mau makan? Sudah tidak sedih ya?”
“siapa sih yang
tidak sedih ditinggal kekasihnya?” Sahut pak Hamzi, setengah tertawa.
“carikan pasangan
lain saja pak, siapa tahu bisa move on. Hehehe..”
“wah, kamu ini
tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Burung merpati kan termasuk hewan yang setia.
Meskipun pasangannya sudah tidak ada. Ia lebih memilih sendiri. Jika dipaksa
untuk bersama pasangan lain, bisa-bisa mereka bertengkar dan saling menyakiti.
Saya sudah paham betul dengan hal semacam itu, sudah pengalaman mencarikan
pasangan baru tetapi malah mereka saling bertengkar.”
Aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku, merasa paham. Sebenarnya aku
mengerti tentang burung merpati yang trenddianggap
hewan yang paling setia. Tetapi aku baru mengerti jika mereka sesetia itu, yang
lebih memilih sendiri meski telah ditinggal (mati)
pasangannya.
Aku memperhatikan Jewel yang sedang memakan biji-bijian yang aku
berikan tepat di depanku. Aku mengelus-elusnya. Yaa, aku suka sekali dengan
bulunya yang halus, putih dan lembut. Jewel, kau beruntung diciptakan sebagai
makhluk yang setia loh. Kau tidak akan pernah mengenal yang namanya berkhianat
atau pengkhianat. Aku senang bisa berbincang denganmu tadi malam. Meski aku
merasa kita berbincang singkat sekali, tetapi aku senang pernah mendengar suara
bahkan mendengarkanmu bercerita. Dan aku harap Tuhan tidak keberatan jika aku
meminta-Nya agar kita dapat berbincang kembali. Aku ingin setiap bangun tidur
aku merasa plong karena merasa telah
menceritakan setiap kerisauan yang ada dalam pikiran dan hatiku. Aku merasa kau
adalah teman baikku. Aku merasa kau mampu mendengar setiap ceritaku. Aku merasa
kau mengerti setiap ceritaku. Aku ingin selalu bisa bercerita denganmu. Aku
ingin selalu bisa berbincang denganmu. Aku ingin kau benar menjadi teman baikku,
menjadi pendengar baikku. Walau hanya di mimpi.
By : Putri Dwi